Iklan Semua Halaman

 


{{ date }}
{{ time }}
PERUSAHAAN PERS
PT. PANDLYTRA TAMA MANDIRI

Bubarkan Polri, Polri Semakin Meresahkan Semakin Sewenang-wenang Di Negara Ini

Tombak Publik.
Pandapotan Sitohang selaku Ketua Umum LSM Tunggal Panaluan menegaskan bahwa, Polri di era kepemimpinan Listyo Sigit Prabowo kian meresahkan.

Dia menegaskan, kita bisa lihat dengan semakin maraknya anggota Polri yang melakukan pelanggaran. Dan dia menjelaskan bahwa pelanggaran adalah merupakan sebuah tindak kejahatan, dan mengatakan bahwa, sudah sangat banyak terungkap ke publik terkait perilaku anggota-anggota Polri yang semestinya Polri menjalankan amanat negara yaitu menegakkan peraturan perundang-undangan yang bahkan menindak kelalaian yang mengakibatkan kerugian terhadap oranglain tetapi kini Polri malah kerap melakukan pelanggaran. Amanat negara untuk Polri jelas bukanlah cuma-cuma, tetapi Polri diberikan anggaran yang besar oleh negara agar amanah dalam mengemban amanat itu.

Dia menyampaikan bahwa, sudah hampir 5 bulan lamanya dirinya telah melakukan banyak aksi protes yang disampaikannya lewat medsos seperti FB, IG, Twitter, Tiktok dan Snackvidio terkait kinerja Polri yang dianggapnya sudah sangat meresahkan di Negara ini.

Dalam hal ini dia juga menuturkan bahwa, Polri yang saat ini kalau dicermati semakin pesat perkembangannya dan paling terdepan dalam merancang beragam trik (cara), dan itu patutlah kita bangga dengan keTuhanan serta SDM aparatur Negara ini apabila trik trik hasil rancangan tersebut dijalankan untuk pengungkapan kasus-kasus besar mau pun kasus-kasus kecil, sehingga segala tindakan yang dapat merugikan orang lain angkanya akan berangsur semakin menurun dan Ziro (Nol). bukan malah sebaliknya dijalankan untuk mempermainkan menutup kasus-kasus kejahatan (jika tidak viral), apalagi yang sangat paling disayangkan yaitu Polri sampai-sampai rela melakukan penipuan dengan trik-triknya itu hanya untuk melindungi anggotanya yang diduga sebagai dalang terjadinya kejahatan ditengah-tengah masyarakat.

Polri saat ini saya cermati, sangat getol mempermainkan kasus hukum.
Dia mengumpamakannya dengan laporannya di Polres Samosir - Polda Sumut perihal Pemalsuan Surat oleh pelaku Marudut Sinaga atau Pa Tania, yang berdomisili atau tinggalnya tidak jauh dari Kantor Koperasi Makmur Mandiri, warga Desa Pallombuan, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir - Provinsi Sumatera Utara. Yang dugaannya sangat kuat bahwa Marudut Sinaga itu hanya ditunggangi oleh pihak Polri sehingga berbagai beragam upaya dilakukan oleh Polri agar kasus tersebut terhenti.

"Kita saat ini hidup bukan dalam Pemerintahan Kolonial Belanda, dimana masyarakat diwajibkan tunduk dan patuh terhadap Undang-undang (Peraturan) yang dibuat tetapi aparatnya malah bebas sesukanya melanggar Undang-undang (Peraturan) itu. Kita sudah berdiri sendiri yang tergabung di dalam Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Maka sebab itu kita perlu mengingat sejarah bahwa dulunya rakyat dimasa Pemerintahan Belanda hidup dalam ketimpangan dan penindasan serta kesewenang-wenangan oleh Pemerintahan Belanda yang dilakukan oleh aparat-aparatnya, sehingga timbullah gejolak berupa aksi gerakan yang dilakukan oleh kelompok rakyat ketika itu, dan mereka yang ikut dalam aksi-aksi menolak kesewenangan itu mendapat tuduhan sebagai pemberontak, rampok dan ekstrimis." katanya.

"Polisi aparat Pemerintahan Belanda dimasa itu sangat super power, polisi Belanda itu kaya raya, polisi polisi aparat Belanda dimasa itu memiliki tanah yang luas ada dimana-mana dari hasil adudomba para polisi yang menunggangi masyarakat yang telah menjadi kaki tangan polisi polisi Belanda tersebut yang pasti akan di back up, dengan cara menciptakan kondisi sengketa dan hasilnya akan berbagi sesuai konsep yang dibuat oleh polisi polisi Belanda dimasa itu.
Dan juga dimasa itu dari sejarah yang kita ketahui bahwa kehebatan polisi Belanda juga bisa berhubungan mulus dengan istri istri penduduk di desa tanpa kedapatan oleh suaminya, dan itu hanya dengan bermodalkan seragam dinas polisi dan gertakan semata.

Dan juga polisi Belanda dimasa itu sesuka hati membantai masyarakat dengan berbagai tuduhan dan alasan yang telah disusun jika nantinya seperti ini atau jika serti itu, yang bahkan polisi Belanda ketika itu akan mengkondisikan suami dari wanita-wanita yang dianggapnya sulit untuk diajaknya berkencan, tujuan pengkondisian tersebut agar wanita bersuami itu datang minta tolong kepada polisi afar suaminya dibebaskan dari tuduhan atau dari tahanan atau diringankan hukuman.

Maka dengan ini saya mengajak seluruh masyarakat dan secara terbuka dan akan terus menerus bersuara mengajak agar kita semua bersama-sama meminta kepada Pemerintahan RI yaitu Presiden Joko Widodo dan DPR RI hendaknya perilaku aparat kepolisian Pemerintahan Belanda  jangan lagi terjadi di era saat, kita semua bahkan seorang Kepala Negara harus sama-sama menjunjung tinggi mentaati peraturan yang ada di Negara ini yang merupakan peraturan yang disepakati bersama untuk dijalankan.

Dan semestinya negara dan aparaturnya lah yang harus menjadi contoh, menunjukkan lebih dulu sikap taat terhadap Undang-undang agar masyarakat kemudian ikut mentaatinya". ucapnya.

"Tetapi ini yang terjadi bahkan yang saya alami sendiri, Polri menonjol-nonjolkan powernya kepada saya, kenapa Polri harus pamer kekuatan kepada saya, saya ini hanyalah masyarakat biasa yang sama sekali tidak mendapatkan anggaran rutin dari negara, juga yang tidak mendapatkan fasilitas dari negara dan yang tidak dilatih oleh negara terkait ilmu beladiri.

Dan apakah jika negara butuh lahan persawahan caranya seperti inj seolah tidak mampu lagi untuk membeli atau mengganti rugi, untuk apa negara berbuat demikian kepada saya melalui Polri yang secara terbuka berbuat sewenang-wenang dengan seperti ini mempermainkan saya dengan menunggangi Marudut Sinaga.

Tanpa pun menonjolkan kekuatan kepada saya, saya selaku masyarakat sangat mengetahui bahwa Polri itu punya anggota Jutaan Jiwa, bersenjata lengkap yang disediakan oleh negara dan dilatih ilmu bela diri, yang mustahil saya mampu melawan pasukan Polri, namun saya masih diwarisi jiwa juang dan tidak akan membiarkan Polri semena-mena di negara ini walaupun resikonya saya akan mati konyol" tegasnya.

"Dalam Undang-undang atau dalam peraturan yang disepakati yang berlaku di negara ini sudah sangat jelas diatur, membuat keterangan pernyataan palsu atau kebohongan adalah pelanggaran. Tetapi Polri malah kembali lagi dan lagi berbuat, yang menunjukkan kepada saya seolah Polri lah yang berkuasa di negara ini, yang dimana sangat jelas saya selaku warga negara ingin dipaksa harus ikut irama kemauan Polri.
Polri dalam suratnya yaitu dalam SP2HP menyebutkan bahwa saya di undang ke TKP (ke Lahan/Objek), dan mengatakan bahwa saya tidak mau menghadiri undangan itu untuk ikut ke TKP yang sama sekali itu adalah tidak benar, saya sama sekali tidak ada di undang untuk cek TKP (Lahan) yang bahkan saya komplain, saya komplain karena tidak di undang ke TKP, dan komplain itu saya sampaikan kepada AKBP Mangara Hutagalung lewat pesan Whatsapp.

Jadi Polri kembali telah melakukan pelanggaran hukum yang berlaku di negara ini dengan telah membuat keterangan atau pernyataan palsunya (yang tidak benar/berbohong), yang dimana semestinya Polri tunduk dan menjunjungtinggi Undang-undang yang berlaku sebagaimana amanat negara kepada Polri, bukan malah menjadi lembaga yang semaunya berkelakuan bebas untuk melanggar Undang-undang (Peraturan).
Dan disini saya tegaskan bahwa, saya tidak akan tunduk kepada Polri, tetapi saya hanya tunduk terhadap Undang-undang yang berlaku di negara ini.

Dan sebelumnya saya telah meminta kepada bapak Presiden Joko Widodo dan menyurati DPR agar meninjau keberadaan Polri di Negara ini, dan saya akan tetap tanpa putus asa akan terus suarakan lewat akun medsos milik saya.

Dan saya juga telah membuat seruan mengajak seluruh masyarakat atau rakyat Indonesia agar bersama bersuara membuat tagar #BubarkanPolri agar secepatnya berdampak sehingga sampai ke telinga Presiden dan DPR, dan meminta #BentukLembagaBaru seperti layaknya keberadaan BNN dan KPK.

Polri era kini telah jauh menyimpang dari amanat yang diterimanya, dalam Undang-undang sangat jelas disebutkan bahwa, siapa saja yang mengetahui adanya suatu perbuatan tindakpidana, namun tidak melaporkan atau menghalang-halangi dan sebagainya merupakan kejahatan sehingga bisa dijerat hukum.

Dan Polri dalam hal ini telah melakukan berbagai dan beragam upaya-upaya itu ;
1. Tidak Ada Hubungan Surat Tanah Dengan Objek (Tanah) Yang Tertulis Didalam Surat Itu.
2. Yang Dilaporkan Adalah Surat Tanah Bukan Tanah
3. Asli Surat Yang Diduga Palsu Itu Sudah Diterima Dan Dilihat Oleh Briptu May Siagian Namun Hanya Di Scan Dan Kemudian Di Kembalikannya.
4. Kemudian Diruangan Kapolres (Gelar), Polri Berjanji Akan Menguji Surat Tersebut Ke Ahli Bahasa USU Untuk Diterjemahkan Ke Bahasa Indonesua Dan Juga Akan Diperiksa Ejaannya Untuk Mengetahui Apakah Benar Surat Itu Dibuat Tahun 1949.
5. Akan Dilakukan Juga Uji Labfor.
6. Hasil klarifikasi Kompolnas Ke Polda Sumut Yang Tertulis Dengan Jelas Dan Dengan Kop Surat Polda Sumut Mengatakan Bahwa Akan Melakukan Uji Ke Ahli Bahasa USU Dan Labfor
6. Briptu May Siagian Mengatakan Telah Mengundang Ester Sitohang Namun Tak Kunjung Mengantarkan Surat Tersebut Ke Polres Samosir.
7. Briptu May Siagian Sebagai Penyidik Pembantu Yang Menangani Kasus Inipun Kemudian Berganti, Dari Briptu May Siagian Kepada Bripka Kuican Simanjuntak.
8. Bripka Kuican Simanjuntak Yang Melanjutkan Proses Kasus Ini pun Mengatakan Masih Mengundang Ester Sitohang Untuk Mengantarkan Surat Itu Ke Polres Samosir.
9. Tiga Kali Dengan Alasan Yang Sama, Kemudian Bripka Kuican Lewat SP2HP nya Beralasan Ditemui Kendala Tidak Diketahui Keberadaan Surat Tersebut.
10. Perwira Paminal Polda Sumut Ipda Suherman Turun Ke TKP Dan Kemudian Menjejaki Keberadaan Surat Palsu Tersebut, Dan Diketahui Bahwa Surat Palsu Tersebut Malah Berada Ditangan Viator Sitohang.
11. 

(Rtp).

Berita ini masih dalam panyusunan selanjutnya