Iklan Semua Halaman

 


{{ date }}
{{ time }}
PERUSAHAAN PERS
PT. PANDLYTRA TAMA MANDIRI

Mengkritik Polri, Ditahan 90 Hari Di Rutan Bareskrim Polri : Anggota Polri Obrak-abrik Fasilitas Masjid Yang Ada Di Dalam Rutan Bareskrim Polri, Bagaimana Polri Akan Berbenah? Karena Di Era Jokowi Setiap Pengkritik Ditangkap

Tombak Publik. 
Pimpinan Redaksi Media Online yang juga Ketua Umum LSM Tunggal Panaluan Pandapotan Sitohang yang di vonis 10 bulan penjara karena meminta kepada Kapolri untuk membenahi Polri dan jika Polri tidak dapat dibenahi agar DIBUBARKAN, dan dalam postingannya yang dipermasalahkan oleh Polri ternyata jadi melibatkan kerjasama banyak pihak untuk menindasnya, dan dia menegaskan bahwa kritik yang disuarakannya melalui Tiktok agar Polri Dibubarkan atau #Bubarkan Polri seharusnya diseimbangkan, bukan malah Polri unjuk power kepada saya sebagai masyarakat, sebab tidak seorangpun warga yang ditangkap oleh DPR karena menyuarakan #Bubarkan DPR... Lantas kenapa Polri main tangkap? dia mengatakan menyampaikan pendapat di muka umum melalui fasilitas teknologi saat ini yaitu Tiktok yaitu #Bubarkan Polri tapi malah kemudian dia ditangkap oleh Tim Cyber Mabes Polri.
Dan itupun ternyata tidak menjadi pertimbangan perubahan bagi setiap anggota Polri agar mereka saling membenahi SDMnya, malahan saat saya ditahan di Rutan Bareskrim Polri yang dimana Mabes Polri adalah induknya atau pusatnya Polri tapi terjadi juga disitu perbuatan hina yang sangat tercela yang lagi lagi dilakukan aparat negara yaitu terjadi perusakan fasilitas Masjid atau Mushola (di obrak-abrik) di dalam Rutan Bareskrim Polri yang dilakukan oleh anggota Polri yang mabuk, padahal disana ada CCTV tetapi masih berani melakukan hal tercela itu, bagaimana kalau sama sekali tidak ada CCTV? Didikan apa yang mereka dapatkan dari negara sebelum bertugas di Polri? Peristiwa itu terjadi diawal bulan Mei. Dan dia mengatakan bahwa yang terlibat dalam persoalannya ini tidak lepas bahwa merekalah bagian dari gerombolan mafia hukum.

Hari, Senin 11 Desember 2023, dia mengkonfirmasi terkait remisi Natal, tetapi pihak Lapas mengatakan bahwa JPU masih mengajukan Kasasi sehingga dia belum mendapatkan remisi Natal.

Dan atas penjelasan itu dia keberatan dan karena terus bersikeras, kemudian dia pun diberikan berbicara dengan JPU Roland Tampubolan via telepon.

Dan dia menyampaikan kepada JPU Roland Tampubolon bahwa yang dilakukan oleh JPU itu adalah intervensi, Dia mengatakan bahwa Hakim Mahkamah Agung tidak mungkin memvonis seseorang dibawah lamanya masa terdakwa ditahan yang sesuai putusan Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yaitu 10 bulan penjara, sedangkan kita ketahui bahwa masa Kasasi butuh waktu paling cepat 3 bulan dan saya disini Januari tahun depan terhitung sudah 10 bulan, jadi kemaren saya menerima rilis yang mengatakan bahwa JPU mengajukan Kasasi dan sedangkan saya sudah 9 bulan menjalani masa hukuman yaitu sesuai vonis Hakim menyatakan saya bersalah dan saya divonis 10 bulan penjara.

Namun JPU Roland Tampubolon mengajukan Banding dan kemudian dilanjutnya lagi Kasasi.

Kemarin hasil Banding oleh JPU dari Pengadilan Tinggi Medan hasilnya menguatkan atau Tetap. Hasil banding tersebut saya terima dalam masa tenggangwaktu sebelum melewati vonis Hakim yaitu 10 bulan yang artinya saya memang harus masih didalam Lapas hingga bulan Januari, sesuai putusan Pengadilan Negeri Balige menjalani hukuman 10 bulan penjara.
Berita Yang Sama :
Karena Mengkritik Polri, JPU Tunjukkan Power Dengan Dalih Proses Hukum Dan JPU Ajukan Banding Namun Hasil Dari Pengadilan Tinggi Medan Tetap, Juga JPU Masih Kurang Puas Dan Berlanjut Mengajukan Kasasi
Tidak berlaku surat penahanan kalau sudah ada putusan. Kita ditahan di kepolisian berdasarkan surat penahanan dan ditahan menunggu hasil persidangan, kalau sudah ada putusan dari hasil persidangan (Hakim) maka tidak berlaku lagi surat penahanan tetapi kita mengikuti putusan Hakim Pengadilan, kalau JPU mau Banding karena kurang dipuaskan atau juga mau mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dan nanti juga kalau kurang dipuaskan kemudian juga mengajukan kepada Presiden untuk dibahas di DPR agar JPU puas juga silahkan, tapi saya tidak bisa lagi ditahan di Lapas hanya berdasarkan surat penahanan kecuali ada surat putusan vonis yang berbeda dari Mahkamah Agung, bukan lagi surat penahanan, jadi JPU jangan membodoh-bodohi saya.

Dalam perdebatannya dengan JPU Roland Tampubolon, Roland Tampubolon mengatakan bahwa Kasasi tersebut adalah perintah pimpinannya, dan awal saat putusan oleh Hakim Pengadilan Negeri Balige juga JPU Roland Tampubolon keberatan atas putusan Hakim dan mengajukan Banding dan dia (Roland Tampubolon) mengatakan bahwa pengajuan Banding tersebut adalah perintah dari Kejagung.

Dia memaparkan, kalau ternyata Kejagung masih mencampuri mengambil andil persoalan ini, lantas untuk apa saya dikirim ke Samosir?
Saya dibawa oleh Tim Cyber Mabes Polri ke Jakarta, kenapa saya tidak sidang di Jakarta saja?

Apakah ini adalah sebuah trik Kejagung yang menunggangi bawahannya di daerah untuk suatu kepentingan?

Apa dan seberapa besar yang diterima pihak Kejagung dari penyidik untuk melakukan semua ini?

Apakah ini tidak termasuk intervensi? 
Apakah menjalin kerjasama yang seperti ini yang diarahkan oleh pemerintahan Jokowi kepada kepolisian dan kejaksaan?

Apakah diarahkan bekerjasama untuk menindas membungkam setiap warga yang bersuara yang melakukan kritik? 

Saya berharap pihak yang berwenang memeriksa Kejaksaan Samosir dan yang dimaksud orang Kejagung tersebut, siapa pimpinan yang dimaksud oleh JPU Roland Tampubolon yang di Kejagung itu.

Dan orang Kejagung yang dimaksud JPU sebagai pimpinannya itu tidaklah mungkin melakukan ini semua dengan cuma-cuma.

Saya berharap agar pihak Kejagung yang disebut pimpinan oleh JPU Roland Tampubolon itu agar diperiksa, sebab dalam proses hukum tidak boleh ada intervensi dan juga kenapa saya harus dibawa kembali ke Samosir kalau memang dia (pimpinan yang dimaksud oleh JPU) ingin terus melibatkan diri dalam kasus ini?

Kenapa saya tidak sidang di Jakarta saja?
Kenapa? Dan sejak awal sudah saya duga ini akan terjadi.

Jadi jelas bahwa saya dibawa ke daerah bukan karena TKPnya di Samosir, tetapi karena bisa dipastikan kasus ini akan viral kalau saja disidangkan di Jakarta, karena di Jakarta awak media jauh beda dengan di daerah. Jadi saya berharap kepada pemerintah terutama Presiden agar tidak ikut sistem pemimpin yang sebelum-sebelumnya pada akhir jabatannya ini, jangan hanya pembiaran karena negara kita ini telah sangat lama memerlukan tindakan.

Benahi aparat aparat lembaga hukum di negara ini, semua sangat mudah dilakukan kalau ada kemauan, tidak akan berubah kalau Presiden malah ikut arus yang hanya bisa pembiaran. 
Saya sangat berharap kepada pihak yang berwenang agar melakukan pemeriksaan terhadap pihak Kejagung yang dimaksud oleh JPU Roland Tampubolon itu. Dan sangat berharap supaya di negara kita ini tidak ada lagi lembaga lembaga pemerintah yang melakukan intervensi terhadap pengadilan dengan dalih proses hukum dengan alur main seperti ini.

Siapa korban atas kritik saya itu?
Polri kah yang menjadi korban?
Lembaga negara atau negara kok bisa bisanya merasa jadi korban atas kritik warganya?
Benarkah negara kita ini adalah negara yang telah merdeka?
Benarkah negara kita ini negara yang menjunjung demokrasi dan HAM?

Kenapa semua kesannya sangat amburadul di era Jokowi ini.

Saya berharap Presiden bisa membenahi dan kalau memang tidak ada keinginan membenahi atau tidak mampu membenahi, harapan kita semoga pemimpin berikutnya adalah sosok pemimpin yang mengenal mengetahui tugas dan kewenangannya. tulisnya.

Dan dalam Kontra Memori Kasasi dia mengatakan, kalimat dalam Memori Kasasi yang dibuat oleh JPU yang diterimanya sudah dapat ditebaknya, itu lagi dan lagi yang mengulang-ulang kata efek jera.

Dan paling anehnya lagi, isi Memori Banding dan juga isi Memori Kasasi dari JPU isinya sama persis. 
Bukankah semestinya mengajukan keberatan atau banding itu harus dengan alasan yang tepat, tapi kenapa JPU dua kali keberatan tapi alasannya untuk keberatan tetap sama?

Jadi artinya ini sudah dikonsep yang memang disengaja dengan dalih bahwa yang mereka lakukan itu termasuk proses hukum, padahal dalam pandangan umum ini memamerkan menunjukkan pembuktian kemampuan suatu kekuasaan orang orang yang duduk di pemerintahan yang bisa melakukan apapun atas diri seseorang. Kapan yang seperti ini bisa bersih dari negara tercinta ini.

Yang saya harapkan kepada semua saudara sebangsa setanah air dimanapun berada, saya berharap saudara semua mau mempertanyakan kepada JPU Roland Tampubolon (Jaksa di Kejari Samosir) terkait efek jera yang dimaksudnya itu.

1. Sudah berapa banyakkah JPU membuat tuntutan seberat-beratnya yang diterima oleh Hakim?

2. Sudah berapa banyak dalih efek jera dibuat oleh JPU dalam segala tuntutannya sejak dia diamanahkan menjadi JPU?

3. Sudah berapa banyak jumlah warga yang menjadi jera agar tidak lagi melanggar karena dituntutnya (dituntut JPU) dengan seberat-beratnya itu?

JPU seharusnya kunjungan masuk ke Lapas Kelas I yang ada tersebar di negara ini, apakah masih kurang juga pembuktian dengan semua jumlah tahanan yang ada di Lapas Kelas III Pangururan ini?
Disini ada yang sudah 2 kali bahkan 3 kali terjerat hukum dengan kasus yang sama.

Jadi efek jera apa yang dimaksud oleh JPU? Apakah benar tuntutan seberat-beratnya adalah benar bertujuan untuk efek jera, Ataukah tuntutan seberat-beratnya itu karena berharap supaya setiap terdakwa yang dituntut dengan seberat-beratnya dengan dalih efek jera itu agar keluarga terdakwa datang bermohon-mohon kepada JPU dengan membawakan sesuatu yang berharga?

Lantas efek jera apa yang dimaksud JPU kepada saya yang membuat JPU selalu kurang puas atas putusan Hakim, saya bukan perampok, bukan pemberontak atau teroris, saya bukan bandar narkoba. Tapi saya sosial kontrol bagian dari pilar negara ini yang melakukan fungsi saya, yang melakukan kritik dan bersuara melalui fasilitas teknologi yang ada saat ini yaitu Tiktok dan bertujuan agar dapat disimak dikoreksi semua orang atau dimuka umum, seperti yang tertulis dalam UUD 1945 ;
Setiap warga negara berhak berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat dan pikiran dimuka umum.

Lantas efek jera apa yang dimaksud oleh JPU Roland Tampubolon Dan JPU Nova Margaretta ini?

Majelis Hakim telah menyatakan letak kesalahan saya sehingga saya divonis 10 bulan penjara, namun seperti yang dimimpikan oleh JPU Roland Tampubolon agar saya jera, maksudnya jera ngapain?

Kalau jera untuk melakukan kritik sangatlah tidak mungkin karena itu adalah fungsi saya. Dan saya sudah menjelaskan semua di Pengadilan dan juga JPU itu mengikuti sidang itu yang bahkan JPU tidak pernah mampu menghadirkan saksi saksi secara langsung dan begitu juga saksi ahlinya. 

Kalau tujuannya supaya jera untuk mengulang melakukan kesalahan, yang disengaja? Tidak mungkin. Karena kalau saya tau cara kritik saya itu salah, tidak mungkin saya melakukannya seperti itu, karena saya sebagai Pimpinan Redaksi dan Ketua Umum LSM yang mesti patuh atas aturan undang-undang yang berlaku di negara ini. Dan saya sudah jelaskan semua itu di Pengadilan.

Jadi supaya JPU Roland Tampubolon itu paham, saya tidak akan lari dari fungsi dan tanggungjawab saya, dan dalam bersuara saya bertanggungjawab penuh atas apa yang saya sampaikan, saya tidak ada mengelak, saya melakukan kritik bersuara di medsos dengan akun resmi bukan akun bodong. Jadi saya bukan pecundang ya pak JPU, saya kritik bersuara menggunakan akun resmi milik saya bukan kritik menggunakan akun bodong.

Tetapi siapa sosok yang dimaksud JPU Rolan Tampubolon yang menyuruhnya Banding dan Kasasi itu? Itulah atau dialah pecundang.

Kenapa dia saya sebut pecundang? Karena dia tidak berani langsung berhadapan dengan saya, tidak berani menuntut saya secara langsung di Pengadilan, tapi dia melalui JPU di daerah.

Dan sejak awal saya ikuti dan pelajari, semua ini dilakukan agar berkas naik ke Jakarta karena mereka kedudukannya di Jakarta,
Jadi kenapa saya dikirim sidangnya ke daerah (ke Samosir) ini dilakukan hanya untuk menghindari liputan dari media media besar yang ada di Jakarta. 

Jadi melihat ordenya Jokowi sekarang ini, seperti yang saya sampaikan di Pengadilan bahwa di era Jokowi polisi banyak mengambil andil di pemerintahan yang padahal Jokowi awal maju jadi Presiden mengatakan tidak boleh ada posisi jabatan ganda. Dan kita perhatikan sejak dulu sudah ada Dir - Res Narkoba yang dipimpin oleh Polri dan kemudian baru-baru ini yang kalau tidak salah sejak Masa SBY supaya maksimal dalam pemberantasanya di bentuklah BNN tapi kenapa Polri juga pimpinannya, dan juga seperti KPK yang padahal di Polri sudah ada Unit Tipikor yang dipimpin Polri dan juga supaya maksimal pemberantasan tindak pidana korupsi dibentuklah KPK tapi kenapa KPK juga dipimpin oleh anggota Polri? dan juga yang lainnya. Kenapa semua Polri? Ini adalah NKRI yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan Negara Kepolisian Republik Indonesia, kalau Polri bisa kerja dengan benar tak perlu ada KPK dan BNN. Jadi seharusnya KPK dan BNN tidak boleh ada Polri disana, Polri seharusnya maksimal membenahi kenerjanya  tapi kenapa malah kesana sini masuk masuk ke lembaga lain sedangkan kinerja lembaganya masih sangat perlu dikoreksi. 

Jadi disini kta hanya bisa berharap semoga Tuhan memberikan sosok pemimpin baru yang mampu membersihkan lembaga lembaga hukum di negara ini dari aparatnya yang bobrok, lembaga hukum harus mampu merekrut aparatnya yang bukan sekedar mempunyai agama tetapi yang harus taat agama yang takut akan Tuhan, sehingga mampu menjunjung tinggi menjaga sumpah jabatannya yang disumpah sesuai agamanya." harapnya dalam suratnya. 

(Red).